Sacrifice
inspired by : shania junianatha
Sore
itu, Steve,Shania,dan Louis berjalan bertiga melewati jembatan penyebrangan
didekat rumah mereka. Mereka bertiga terlihat sangat ceria,bagaimana tidak?
tiga sahabat ini baru saja memenangkan sebuah pertandingan badminton SMA
tingkat provinsi di wilayah mereka.
“Wah Lou, kalau tadi kita gak
cekatan,udah habis kita.” Steve berkata kepada Louis.
“Hahaha, iya tuh! Main 3 set capek
juga tau... Tapi untunglah kita menang.” Jawab Louis.
“Ciyee yang dapet medali emas di
ganda putra..” Shania menggoda Steve dan Louis.
“Jiaah.. Kamu sendiri juga dapet
medali emas di tunggal putri, menang telak lagi..” Louis menjawab Shania sambil
sedikit mengejeknya.
“Iya sih menang.. Tapi pakai acara
terpeleset bentar tadi pas tanding... hahahaha.” Steve sambung mengejek Shania.
Shania pun sukses dibuat cemberut oleh kedua cowok ini.
“Ih kalian! Udah aku menang bukannya
dikasih selamat!” Shania cemberut.
“Hehehe, iyadeh selamat ya Nju.. traktiran
ya!” Steve menggoda Shania.
“Eh iya.. Selamat ya Nju.. Jangan
lupa traktirannya...” Louis ikut menyambung.
“Ampun dah nih dua anak, iya deh
entar aku traktirin... di rumah masing-masing!” Shania balas menggoda.
“Yah sama aja doong..” Louis
menjawab dengan kecewa.
“Eh ayuk cepetan jalannya,udah sore
nih, nanti kemaleman lagi.” Shania mempercepat langkahnya.
“Eh tungguin dong!” Steve sedikit
berteriak ke Shania.
“Hehehe bercanda...” Shania kemudian
tertawa.
“Eh Nju,nanti aku kerumahmu ya?”
Tanya Louis.
“Aku juga, mau minta data tugas
kelompok kita yang harus dikumpul bulan depan.” Steve menyambung.
“Loh sama dong?” Louis berkata
kepada Steve.
“Wah ngikut ya lu?” Steve menjawab
sambil melotot kearah Louis.
“Udah... udah... kalian berdua boleh
kerumahku,tapi dengan satu syarat.” Jawab Shania.
“Apa?” Louis dan Steve serentak
menjawab.
“Kalian harus mandi dulu! Kalian tuh
bau tau!” Shania menjawab sambil menutup hidung.
“Yeeee.... kirain apa.” Jawab
Steve. Kemudian mereka bertiga berpisah
ditengah jalan dan pulang kerumah masing-masing.
Mereka bertiga sudah bersahabat
cukup lama, dari mereka masih SD sampai mereka menginjak SMA sekarang. Steve
Salatananda dan Louis Williem adalah dua orang sahabat yang sangat kompak dalam
segala hal. Olahraga,pelajaran, musik, bahkan kreativitas lainnya. Shania
Junianatha, bidadari diantara mereka berdua, perempuan yang paling dikagumi
oleh Louis dan Steve, Shania juga sebagai penengah jika Steve dan Louis sedang
bertengkar, ataupun ada masalah pribadi lainnya , mungkin lebih tepatnya tempat
curhat. Mereka bertiga bisa dikatakan jarang sekali berkelahi ataupun bertengkar
.
Empat
bulan telah berlalu. Liburan sekolahpun telah tiba. Kebersamaan mereka bertiga
makin hangat. Mereka bertiga merencanakan untuk liburan ke Singapore
bersama-sama,mereka ingin keluar negeri dan membuat suatu kenangan unik dan
indah disana. Sebenarnya Louis yang merencanakan hal ini, dia, ibunya dan
ayahnya akan pergi ke Singapore, tetapi karena ada urusan,ayah dan ibunya
membatalkan kepergian mereka ke Singapore dan tiket-tiket itu pun sukses
menjadi pengangguran. Nah, karena itulah Louis menawarkan tiket itu kepada
kedua sahabatnya, Steve dan Shania. Maklum,Louis anak yang cukup ‘ada’.
Mereka
bertiga sedang berkumpul di 7to7 Cafe, tempat mereka biasa berkumpul.
“Kalian cuma perlu biaya makan dan
kebutuhan lainnya untuk 4 hari di Singapore aja, tiket pergi kesananya gratis.”
Kata Louis kepada Shania dan Steve sambil kemudian meneguk kopi panasnya.
“Hmm... kau yakin?” Steve ragu.
“Iya! Kata ayahku, daripada tiketnya
hangus, lebih baik aku gunakan. Karena itu aku ingin mengajak kalian bertiga. Mumpung
liburan..” Louis meyakinkan Steve.
“Tapi Lou, aku gak enak sama kamu
dan orang tuamu loh... tiket semahal itu masa....” Shania berkata kepada Louis
dengan nada pelan.
“Nju,tenang aja... Ini bukan hanya
keputusanku kok, tapi keputusan orang tuaku juga.” Jawab Louis
“Yakin?” Shania mengerutkan dahinya.
“Iyaaa...” Jawab Louis.
“Baiklah.. Daripada liburan ini kita
juga gak ada acara, aku terima tawaranmu.” Kata Steve kepada Louis.
“Great...
Nju, gimana?” Tanya Louis ke Shania. Shania hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Oke, kita akan berangkat dua minggu
lagi. Persiapkan segala sesuatunya ya, segala kebutuhan untuk 4 hari menginap
dan uang jajan, hehehe..” Louis mengingatkan kedua sahabatnya.
“Oke.” Steve menjawab kemudian
berdiri, “Ayo Nju, kita pulang,udah jam segini.”
Shania
yang rumahnya lebih dekat dengan Steve, memang selalu ikut dengan Steve jika
mereka ingin bepergian.
Shania
kemudian berdiri dan berjalan keluar bersama Steve.
“Tunggu disini aja Nju, aku ambil
mobil dulu didepan.” Kata Steve kepada Shania.
“Okee...” Jawab Shania.
Steve
kemudian keluar dari 7to7 Cafe dan pergi mengambil mobilnya.
“Emm... Nju?” Louis memanggil
Shania.
“Iya, kenapa Lou?” Tanya Shania.
“Mau dinner sama aku nggak hari
Sabtu malam? Dua hari lagi...di 48Cafe, kamu pernah bilang pengen coba dinner
disana’kan?” Louis ternyata ingin mengajak Shania makan malam.
“Wow... 48Cafe? Mau! Mau bangeet!”
Shania begitu senang dan langsung menerima ajakan dari Louis. Tentu saja Louis
langsung tersenyum lebar.
“Iya.. eh tapi jangan kasih tau
Steve ya, soalnya aku cuma ngajak kamu.” Kata Louis.
“Loh, cuma kita berdua ya? Memang
kenapa??” Shania curiga.
“Ehh... soalnya tempatnya kemarin
penuh dan cuma bisa pesen tempat buat dua orang. Terus ada yang mau aku
bicarain ke kamu. Oke?” Louis berusaha meyakinkan Shania. Padahal itu hanya
alibi bohongan semata.
Shania berpikir sejenak. Kemudian
mengangguk sambil tersenyum.Sepertinya dia sudah sepakat dengan Louis.Kemudian
klakson mobil terdengar dari luar, Shania langsung pamit dan pergi meninggalkan
Louis. Louis sendiri juga kemudian keluar dan pulang dengan mobilnya.
Dimobil, Shania pun hanya terdiam
dan tidak mau mengatakan apapun kepada Steve. Hingga akhirnya Steve lah yang
membuka pembicaraan.
“Nju, kok diem aja? Sakit ya?” Steve
curiga Shania kenapa-kenapa, kemudian dia meletakkan punggung tangannya di dahi
Shania.
“Enggak... enggak apa-apa kok.”
Shania tersenyum.
“Oh, oke...”Kemudian Steve
menyingkirkan punggung tangannya dari dahi Shania. “Oh iya, hari sabtu ini,
kamu mau gak ke 48Cafe? Kita dinner bareng, soalnya aku kemarin dapet tempat
disana. Kamu juga pernah bilang pengen banget makan disana’kan?”
“Eh... hari sabtu?” Shania menjadi
ketakutan, dia ingat janjinya kepada Louis jangan mengatakan apapun kepada
Steve, dia juga sudah diajak Louis ke 48Cafe lebih dulu daripada Steve.
“Iya.. dua hari lagi. Kenapa? Enggak
bisa?” Tanya Steve.
“Em.. bu.. bukannya nggak bisa
sih..” Shania masih bingung mencari-cari alasan.
“Oh, ada acara lain ya? Yaudah deh, aku
cancel aja bookingan tempatnya.” Steve membalas tanpa bertanya-tanya lagi.
Shania hanya terdiam mendengar jawaban
dari Steve, dia sebenarnya tidak enak menolak ajakan dari Steve, apalagi ke 48Cafe
yang benar-benar dia ingin makan disana bersama kedua sahabatnya. Tetapi apa
daya, Louis sudah mengajaknya duluan ke tempat yang sama, tetapi tanpa Steve, dan
itu sangat membuat Shania terperangkap dalam dilema yang sangat besar.
Akhirnya
Shania sampai kerumahnya dan turun dari mobil.
“Dadah Steve... Hati-hati ya
dijalan.” Shania pamit kepada Steve.
“Hehehe.. oke,kamu juga hati-hati
tidurnya.” Steve membalas Shania.
“Loh kok hati-hati tidurnya?” Jawab Shania
bingung.
“Iya dong.. kamu’kan manis,nanti
mimpinya mimpi dikerubungin semut.. hahahaha.” Steve ternyata jago ngegombal
juga ya..
“Enak aja, udah pulang sono! Udah
malem! Entar dimarahin lagi...” Shania menyuruh Steve pulang dengan nada
perintah sambil setengah bercanda.
“Okee..okee...byeee...” Kemudian Steve
menancap gas mobilnya dan pulang.
Akhirnya hari Sabtu pun tiba. 48Cafe
memang sangat terkenal ternyata, bagaimana tidak? Kursi-kursi dan meja di
48Cafe sangatlah penuh dengan orang-orang yang ingin mencoba kenikmatan makanan
dan suasana nyaman dari 48Cafe. 48Cafe ini ternyata adalah cafe dan restoran
yang bernuansa Itali. Sehingga pelayan-pelayannya pun berpakaian rapi, ada live music yang menemani para pelanggan
yang sedang menikmati makanan, dan makanan yang disajikan pun makanan-makanan
Itali yang enak. Keunikan dari 48Cafe ini juga adalah bar yang terdapat di
dalam cafe, jadi ada beberapa orang yang tidak mau makan makanan berat dan hanya
ingin bersantai, bisa duduk di bar tanpa harus memesan kursi jauh-jauh hari.
Di
dalam Cafe terlihat Shania dan Louis sedang duduk dan memesan makanan.
“Mau pesan apa?” Tanya seorang
pelayan laki-laki yang sudah cukup tua dengan ramah.
“Pollo
all’arrabbiata.” Shania memesan makanan tersebut.
“Wah, pesanan yang tepat sekali. Ini
adalah salah satu menu unggulan kami
disini, anda tidak akan kecewa dengan pesanan anda.” Jawab pelayan tersebut
sambil tersenyum lebar.
“Hahaha.. bapak bisa saja,sepertinya
bapak sudah lama bekerja disini?” Tanya Shania basa-basi karena Louis belum
juga bisa memastikan pesanannya.
“Betul, sebelum 48Cafe ini buka
disini, saya sudah bekerja di Cafe pusatnya.” Jelas bapak tua itu.
“Hoo...” Shania kemudian
mengangguk,dia melihat kearah Steve ,“Steve,apa pesananmu?” Tanya Shania.
“Oh.. Lasagna saja..” Louis berkata
kepada pelayan tersebut, “dan sebotol wine terbaik.” Tambah Louis.
“Terimakasih.” Kemudian pelayan itu
pergi.
“Kamu tahu banyak tentang makanan
Itali ya?” Tanya Louis ke Shania.
“Hehehe, nggak terlalu sih, cuma aku
memang suka makanan itu. Ayam dengan saos tomat pedas, salah satu makanan
favoritku juga..” Jelas Shania.
“Kamu minum wine’kan?
“Sedikit.. hehehe, tapi nggak
banyak-banyak juga sih.” Shania menjawab Louis kemudian melihat handphone nya.
Kemudian mereka berdua
berbincang-bincang hingga akhirnya makanan yang mereka pesan tiba. Pelayan
menuangkan wine yang telah dibukanya, kemudian menuangkannya ke gelas Shania
dan Louis.
“Terimakasih.” Louis berterimakasih
kepada pelayan tersebut.Pelayan tua tersebut hanya mengangguk kecil, kemudian
pergi. Tidak lama kemudian,ada sesosok pria dengan pakaian rapi masuk ke 48Cafe
tersebut bersama kedua orang temannya, ternyata itu adalah Steve! Dia
kelihatannya baru pulang dari acara pernikahan kenalannya, dan mengajak
teman-temannya untuk makan di 48Cafe dan duduk di tempat yang telah dipesannya.
Tempat yang dipesan Louis tidak jauh
dari tempat dimana Shania dan Louis berada. Shania melihat Steve dari kejauhan,
tetapi Louis tidak, karena arah mereka berlawanan. Steve menatap Shania dengan
bingung, Shania menatap Steve dengan penuh kebingungan. Steve duduk ditempat
yang telah dipesannya, memesan makanan, dan berbincang-bincang dengan
teman-temannya sambil sesekali melihat kearah Shania. Sorotan mata Steve sangat
tajam dan penuh tanya, kenapa mereka berdua bisa berada disini?
Shania berusaha sekeras mungkin
untuk tidak melakukan kontak mata dengan Steve. Dia cepat-cepat menghabiskan
makanannya,kemudian mengambil handphonenya.
Disaat Shania fokus ke handphonenya, Louis
memanggil pelayan. Pelayan itupun datang, Louis membisikkan sesuatu ke telinga
pelayan tersebut, pelayan tersebut hanya tersenyum kecil penuh arti kemudian
pergi.
Shania masih berkonsentrasi pada benda
yang ada ditangannya. Tiba-tiba ada beberapa pemain biola yang mendekati
mereka, Shania tidak terlalu peduli dengan hal itu. Sebuah musik romantis
terdengar dari biola tersebut. “The Way You Look Tonight” , sebuah lagu
romantis yang sangat dikenal oleh Shania. Shania langsung melihat kearah Steve,
dilihatnya Steve sedang memegang sebuah cincin berwarna perak—bentuknya
simpel—indah—dan ada ukiran tipis disekelilingnya.
“Nju... Kamu mau gak.. nerima cincin
ini sebagai tanda kalau kamu nerima cinta aku?” Tak disangka, ternyata Louis
menembak Shania!
“Lou. .jangan bercanda.” Shania
mengira Louis hanya bercanda. Louis tidak menjawab, hanya menatap dalam-dalam
mata Shania seolah-olah dia berkata “Aku
serius”.
Dia benar-benar serius. Batin
Shania.
Shania menyadari hal itu dan
akhirnya menjawab, “Lou...sebenernya,aku... juga... suka sama kamu. Tapi entah
kenapa aku gak bisa nyatain perasaan ini karena.....”
“Steve?” Potong Louis.
“Ya.. Aku tidak ingin persahabatan
kita retak hanya gara-gara ini.” Pandangan Shania tertuju kearah gelas wine
didepannya, tatapan terlihat kosong, dan ia pun mengangguk. Louis tidak
berkata-kata lagi, dia langsung memakaikan cincin tersebut ke jari manis tangan
kanan Shania.Kemudian menciumnya—tepat didahinya.
Beberapa pengunjung restoran spontan
bertepuk tangan melihat hal itu. Sedangkan Louis dan Shania hanya tersenyum dan
tetap stay cool dan hanya tersenyum
kecil.
Melihat hal itu, Steve menjadi
terkejut, emosi, serta bingung, apa yang sebenarnya terjadi?
“Louis,aku ke toilet dulu ya.”
Shania sebenarnya ingin berbicara kepada Steve.
“Oke, makananmu juga udah habis’kan?
Kamu bisa tunggu diluar aja abis ini, aku juga udah mau selesai, atau kamu
masih mau disini bentar?” Tanya Louis.
“Enggak apa-apa, aku tunggu diluar
aja.” Shania kemudian pergi bukan kearah toilet, melainkan keluar
restoran.Steve juga kemudian menyusul Shania.
Diluar
restoran, bertemulah Shania dan Steve. Keadaan sangat menegangkan saat itu.
“Jelaskan.” Steve terlihat sangat
marah.
“Steve.. Louis tuh sebenernya udah
ngajak aku duluan kesini, tiba-tiba kamu dimobil kemarin ngajak aku juga. Sebenernya
kau juga gamau nolak tawaran kamu, tapi Louis bilang ada yang mau diomongin
sama aku secara pribadi, jadi aku nolak tawaran kamu.”
“Memang apa yang mau dia omongin? Kamu
kenapa enggak terus terang aja waktu itu?” Steve masih menahan amarahnya.
“Dia nembak aku.” Shania langsung
berterus terang. Keadaan pun kemudian menjadi sunyi. Steve terdiam dan tak
dapat berkata-kata, dia hanya menatap dalam mata Shania, dia terdiam.
“Nju... eh halo Steve, sedang apa
kalian?” Louis yang baru keluar dari dalam cafe pun terkejut melihat mereka
berdua.
“Eh,nggak ada apa-apa kok, kita
pulang aja yuk, lagian Steve juga mau ngumpul sama temennya lagi.” Shania pun
kemudian menarik Louis dan langsung pergi dari situ.
“Duluan ya Steve..” Louis kemudian
meninggalkan Steve sendiri dan mengikuti Shania kearah mobil sedannya yang
diparkir diseberang restoran.
Steve hanya dapat melihat kepergian
mereka berdua dengan tatapan kosong dan tidak percaya. Shania sama sekali tidak
memperhatikan Steve saat itu, Steve seperti dibuang, dilupakan,dan tak
dianggap. Louis menancap gas kemudian pergi dari situ, ketika sampai
diperempatan jalan... Sebuah SUV hitam menabrak mobil sedan Louis dengan
kencang dari samping. Mobil sedan itupun langsung terguling.
“LOUIS! SHANIA!” Spontan Steve
langsung berteriak dan berlari kearah mobil sedan Louis yang mengalami rusak
berat.
Nju... Jaga baik-baik Louis ya. Semoga
kalian bahagia. Aku pergi dulu...
“STEVE!” Teriakan Shania pun terdengar di kamar rumah
sakit nomor 204.
“Tenang, tenang!” Seorang perawat
mencoba untuk menenangkan Shania yang tiba-tiba berteriak histeris.
“Ada apa ini? Dimana aku?” Shania
terlihat bingung.
“Shania..” Suara Louis terdengar
dari samping tempat tidur. Dia duduk dikursi tepat disamping Shania. Kepalanya
dililit oleh perban dan tangannya di-gips.
“Louis,
kamu kenapa?”
“Malam itu, kita kecelakaan Nju..”
Louis mengambil nafas panjang dan
menghembuskannya, “Steve yang menolong kita..” Kemudian Louis tersenyum
kecil, dan menyodorkan sebuah surat kepada Shania, “Bacalah..”
Shania
membuka surat itu dengan perlahan dan mulai membacanya..pelan-pelan..
Halo
Shania.. hehehe, ini aku Steve. Kamu mau tau aku nulis surat ini kenapa? Aku
takut aku gak bisa ketemu kamu lagi, soalnya.. .pas kecelakaan itu, kamu sama Louis kehilangan banyak banget darah,dan
untung golongan darah kita bertiga cocok. Jadi aku donor darah ke kalian. Mungkin
aku bakal mati kehilangan darah juga gara-gara itu, tapi daripada aku harus
kehilangan kedua sahabat terbaik dalam hidupku? Mendingan aku yang pergi.. Aku
gamau hidup tanpa dua sahabatku yang berharga dalam hidupku. Ini udah
keputusanku, dokter juga udah setuju kalau terjadi apa-apa denganku, aku yang
bakal tanggung jawab, bahkan jika maut yang menjemputku, jika aku gak bisa
menghirup nafas lagi.. itu semua udah keputusanku. Yah walalupun aku belum
tentu ninggalin kalian sih, tapi... Oh iya,aku cuma nitip pesan, semoga kalian
berdua bahagia ya... semoga langgeng, dan jangan lupain aku walaupun aku jauh
sama kalian. Nju, jangan sedih ya , jangan nangis, aku masih mau liat senyum manismu itu.
Sayonara J
Salam
Hangat
your bestfriend, Steve
Shania
kemudian meneteskan air matanya, matanya menjadi merah, dan dia mulai menangis
terisak-isak. Tiba-tiba...
“Hei... aku’kan udah bilang jangan
nangis..” Terdengar suara lemah dari arah pintu.
Shania
menoleh kearah suara arah itu, “Steve!?Loh, kok.... kamu..” Shania terbelalak
kaget.
“Kan aku udah tulis di surat itu, aku
belum tentu meninggal’kan? Setidaknya aku kuat melewati seharian dengan
kekurangan banyak darah...” Jawab Steve lemas. Dia duduk dikursi roda.
“Dasaaar!” Shania menjadi gemas, kemudian
dia meremas kertas itu dan melemparnya kearah Steve.
“Aduh! Jangan dong, itu aku tulis
susah payah yaa..” Steve pura-pura ngambek.
“Iya deeh... hehehhee.” Shania
menjawab dengan penuh senyuman.
“Steve, gak apa-apa ya Shania jadi
milik aku?” Louis tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Dia terlihat serius.
“Asalkan kamu buat dia bahagia
aja...” Steve tersenyum lebar. “Terus traktirin aku makan enak ya di Singapore!
Sekalian pajak jadian... Hahahaha..”
Louis dan Shania pun tertawa
terbahak-bahak mendengar jawaban itu. Kamar
rumah sakit nomor 204 menjadi penuh keceriaan oleh suara tawa ketiga sahabat
ini. Persahabatan ketiga orang ini akan berlanjut terus menerus hingga akhir
hidup mereka.
The End
created by : @stefanusLimes